Pendidikan menjadi sebuah kebutuhan yang urgen bagi pembangunan suatu bangsa. Tidak ada Negara Maju di dunia ini yang tidak diawali dari pembangunan kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM) melalui penyelenggaraan Pendidikan yang berkualitas. Barangkali tidak ada diantara kita yang tidak setuju bahwa pendidikan mempunyai peranan besar dalam pembangunan suatu bangsa. Berdasarkan keyakinan itu kita melaksanakan percepatan dan perluasan pendidikan melalui aneka program pendidikan, dengan negara sebagai penjurunya dan masyarakat berpartisipasi aktif.
Cita-cita
Luhur
Sejak awal bangsa ini berdiri, komitmen terhadap dunia pendidikan telah
begitu besar. Dalam pembukaan UUD ’45 disebutkan bahwa, “… untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan..”, yang
kemudian diperjelas
dalam pasal (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional
menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berbagai kajian dibanyak negara
membuktikan kuatnya hubungan antara pendidikan yang merupakan sarana
pengembangan sumberdaya manusia dengan tingkat perkembangan suatu bangsa.
Realitas Kekinian
Guru merupakan ujung tombak dalam
meningkatkan kualitas pendidikan, dimana guru akan melakukan interaksi langsung
dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Melalui proses belajar
dan mengajar inilah berawalnya kualitas pendidikan. Artinya, secara keseluruhan
kualitas pendidikan berawal dari kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh
guru di ruang kelas. Secara kuantitas, jumlah guru di Indonesia cukup memadai.
Namun secara distribusi dan mutu, pada umumnya masih rendah. Hal ini
dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar
di SMU/SMK, serta banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin
ilmu yang mereka miliki. Keadaan ini cukup memprihatinkan, dengan prosentase
lebih dari 50% di seluruh Indonesia.
Menurut data Kemendiknas 2010 akses
pendidikan di Indonesia masih perlu mendapat perhatian, lebih dari 1,5
juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan sekolah. Sementara dari sisi
kualitas guru dan komitmen mengajar terdapat lebih dari 54% guru memiliki
standar kualifikasi yang perlu ditingkatkan. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan
oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil pemantauan pendidikan dunia, dari 127
negara, Education Development Index
(EDI) Indonesia berada pada posisi ke-69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei
(34). Dari data Teacher Employment &
Deployment, World Bank 2007 Distribusi Guru tidak merata. 21% sekolah di
perkotaan kekurangan Guru. 37% sekolah di pedesaan kekurangan Guru. 66% sekolah
di daerah terpencil kekurangan Guru dan 34% sekolah di Indonesia yang
kekurangan Guru. Sementara
di banyak daerah terjadi kelebihan Guru.
Mengenai kedisiplinan, kehadiran
guru untuk melaksanakan tanggung jawab mendidik dan mengajar kepada peserta
didiknya mungkin berbeda setiap daerah. Di Indonesia bagian barat,
ketidakhadiran guru di sekolah untuk mengajar akan sangat mudah untuk dilihat,
dikoreksi dan ditindak. Tetapi untuk wilayah Indonesia Timur, dibutuhkan
pengawasan ekstra dan ketegasan untuk memperbaiki tingkat kedisiplinan guru
dalam melaksanakan tanggungjawab mengajarnya. Bagaimana mungkin kualitas
peserta didik bisa ditingkatkan bila tenaga pendidiknya saja sangat jarang
melaksanakan tugas mengajarnya, sementara di sekolah-sekolah yang tenaga pendidiknya
begitu tertib masih kesulitan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Hal
ini seharusnya menjadi salah satu titik berat perbaikan sistem pendidikan di
Indonesia, mengingat semakin majunya suatu negara bermula dari pendidikan yang
berkualitas, pendidikan yang berkualitas bermuara dari pembelajaran yang
berkualitas, pembelajaran yang berkualitas dimulai dari pengajar yang
berkualitas pula.
Selain permasalahan tenaga pendidik yang masih belum
merata derevasinya, kualitas dan kedisiplinan yang masih perlu ditingkatkan, permasalahan
mengenai supervisi juga perlu untuk dicermati. Pelaksanaan supervisi yang masih
belum berjalan secara optimal semisal kurang dijalankan secara rutin, terkesan
formalistis (yang penting ada tanpa menyentuh hal yang subtansial) sehingga
kurang memberikan pengaruh terhadap perbaikan kualitas tenaga pendidik menjadi
masalah yang urgen untuk segera disikapi.
Sah-sah saja apabila kita memiliki cita-cita yang
besar untuk memajukan bangsa ini yang salah satu caranya dengan meningkatkan
kualitas pendidikan yang ada. Melakukan standarisasi di semua daerah melalui
penyelenggaraan UN untuk menilai kualitas peserta didik mulai dari sabang
sampai merauke. Tapi apakah kita pernah turun, menyelam ke bawah? melihat
realitas yang terjadi di akar rumput. Melihat kenyataan bahwa disatu sisi
seorang siswa bisa belajar di gedung yang mewah ber AC dengan lebih dari 3 buku referensi untuk 1 pelajaran, menikmati
berbagai varian teknologi yang mendukung proses pembelajaran lewat berbagai
laboratorium yang ada, sementara disisi yang lain seorang siswa belajar di
sebuah gubuk tanpa lantai, buku pelajaran tak ada dan hanya bisa mendengarkan
suara kicauan burung di tengah hutan yang masih alami.
Dari sini kita menyadari
bahwa, menjadi sebuah keharusan bagi
kita untuk turun ke bawah, melihat realitas sosial yang jauh panggang daripada
api. Negeri ini begitu luas, banyak hal yang bisa kita pelajari dan maknai agar
jika suatu saat nanti kita berada di atas, kita tidak angkuh dan represif
terhadap masyarakat bawah. Ibarat seorang nelayan, mereka turun menyelam
mencari ikan, terkadang larut malam pun mereka sudah menyatu dengan dinginnya
air laut. Mungkin ada nelayan yang memiliki perahu dan jaring untuk
menangkap ikan. Mereka duduk
diatas perahu kemudian menarik jaring dengan mesin jika dirasa sudah banyak
ikan yang terjaring. Tapi itu hanya sebagian kecil, sebagian yang lain yang
lebih banyak tetap harus terjun ke laut untuk mengangkat jaring yang sudah
dipenuhi ikan ke atas perahu.
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di negeri ini yaitu, 1). Menyelengggarakan pendidikan dalam
rangka mempersiapkan tenaga pendidik (di kampus) secara serius, fair dan positif sehingga kampus bukan
menjadi lembaga yang meramaikan komodifikasi pendidikan (tidak pernah kuliah
tapi dapat ijazah asal bisa bayar) tapi menjadi rumah produksi tenaga pendidik
yang memiliki kesadaran kritis terhadap problematika pendidikan dan masyarakat
secara keseluruhan. 2) memperbaiki system rekrutmen tenaga pendidik sehingga
menghilangkan praktik KKN. 3) pemetaan yang jelas terhadap kebutuhan tenaga
pendidik sehingga lebih tepat sasaran dan merata distribusinya. 4).
Mengggiatkan diklat-diklat agar keterampilan tenaga pendidik semakin terasah.
5). Penguatan supervisi, sehingga transfer keilmuan dan pengetahuan yang telah
dilakukan bisa terukur pengaruh dan perkembangannya. Semuanya dilakukan demi
membentuk tenaga pendidik yang ideal, tenaga pendidik yang memiliki kompetensi/
kualitas keilmuan yang baik, kemampuan komunikasi atau penyampaian materi yang
baik terhadap peserta didik, serta mampu melakukan transfer nilai-nilai yang
positif kepada peserta didik (tidak hanya transfer ilmu).
Negeri ini tidak kekurangan tenaga ahli untuk
melakukan sebuah perubahan, perlu kesungguhan dan kesesuaian antara ucapan dan
tindakan (teladan yang baik) untuk menyelesaikan semua permasalahan ini. Ditengah keterbatasan yang mengelilingi kita,
ternyata masih ada harapan diseberang sana. Itu dapat kita gapai asal kita mau
berusaha keras untuk mencapainya, memang awalnya terasa berat tapi setelah itu
kita akan
bahagia menikmatinya.
Barangkali
ini yang bisa menjadi refleksi
bagi kita semua, khususnya para elit negeri ini bahwa kita harus sadar bahwa
pendidikan memliki urgensi yang luar biasa besar bagi kemajuan bangsa ini, dana
yang dikelola tidak sedikit oleh karena
itu harus lebih serius, lebih fokus dan komitmen. Harus sering-sering turun ke
masyarakat untuk melihat kondisi yang sebenarnya, menjalankan tanggung jawab
monitoring dan evaluasi (monev) serta pendampingan dengan baik, lebih
bersemangat dalam menanggapi dan menyelesaikan permasalahan yang ada, tidak
hanya memberikan jawaban-jawaban yang normatif dan apologis. Kami percaya bahwa
anak-anak bangsa ini akan benar-benar menjadi “Generasi Emas Indonesia” jika
kita semua benar-benar serius mandampingi dan menjembatani cita-cita besar mereka.
0 komentar:
Posting Komentar