“Menyemai Inspirasi, Memupuk Motivasi, Memetik Generasi Kreatif”

Senin, 13 Oktober 2014

Menyemai Optimisme Melalui Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia

Realitas Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan wilayah yang luas dan secara geografis maupun sosiokultural sangat heterogen, pada beberapa wilayah peyelenggaraan pendidikan masih terdapat berbagai permasalahan, terutama pada daerah yang tergolong terdepan, terluar, dan tertinggal (daerah 3T).
Beberapa permasalahan penyelenggaraan pendidikan, utamanya di daerah 3T antara lain adalah permasalahan pendidik, seperti kekurangan jumlah (Shortage), distribusi tidak seimbang (unbalanced distribution), kualifikasi di bawah standar (under qualification),  kurang kompeten (low competencies), serta ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang diampu (mismatched). Permasalahan lain dalam penyelenggaraan pendidikan adalah angka putus sekolah juga masih relatif tinggi, sementara angka partisipasi sekolah masih rendah dan yang paling urgen yaitu masalah kedisiplinan Tenaga Pendidik dalam melaksanakan tugas mendidiknya serta distorsi distribusi dan penggunaan dana pembangunan pendidikan (BOS, dll).
Kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional dalam rangka percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T, adalah Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia. Program-program tersebut merupakan jawaban untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di daerah 3T.
Program SM-3T sebagai salah satu Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia ditujukan kepada para Sarjana Pendidikan yang belum bertugas sebagai guru, untuk ditugaskan selama satu tahun pada daerah 3T. Program SM-3T dimaksudkan untuk membantu mengatasi kekurangan guru, sekaligus mempersiapkan calon guru profesional yang tangguh, mandiri, dan memiliki sikap peduli terhadap sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak bangsa, agar dapat maju bersama mencapai cita-cita luhur seperti yang diamanahkan oleh para pendiri bangsa Indonesia.

Urgensi dan Problem MBMI
Memasuki usianya yang keempat, program SM-3T yang digagas oleh Pemerintah dengan  mengirimkan lebih kurang tiga ribu sarjana-sarjana terpilih dari proses seleksi di berbagai daerah mulai sabang sampai merauke telah sangat membantu beberapa permasalahan mendasar dunia pendidikan yang ada di daerah 3T. Akan tetapi ada beberapa hal yang masih mengganjal di benak kami.
Pertama, diakui atau tidak, program SM-3T ini telah banyak menyemai inspirasi, motivasi dan optimisme kepada seluruh anak bangsa yang ada di celah-celah negeri.  Mata berbinar, senyum merekah, canda-tawa kembali semerbak dari anak-anak itu dalam menuntut ilmu ditengah keterbatasannya. Tidak ada kesia-siaan dari perjalanan jauh mereka dari rumah menuju sekolah yang berjalan dengan sepatu robek-robek bahkan banyak juga yang menggunakan telapak kaki tanpa sekat sebagai alas untuk melewati jalanan terjal dan berbatu.
Perserta pun bisa melakukan simbiosis mutualisme dengan masyarakat setempat dalam hal budaya dan keterampilan. Hal ini dikarenakan di tempat tugas peserta juga melakukan kegiatan sosial seperti pelatihan pengolahan sumber daya alam yang melimpah di daerah tersebut, semisal pengolahan kolang-kaling, pengolahan bekicot, pengolahan kedelai menjadi tempe, pengolahan singkong menjadi tape, dll.
Akan tetapi ada pertanyaan mendasar yang ada di benak saya,“1) Seberapa efektif program ini dalam membangun budaya positif di sekolah dan daerah-daerah yang berdampak sitemik sehingga tidak ada lagi guru-guru yang tidak masuk sekolah, dana untuk siswa dan perbaikan sekolah benar-benar disalurkan? 2) Seberapa serius monev yang dilakukan sehingga ada rekomendasi yang valid, sistematis dan terukur dalam rangka perbaikan dan percepatan kualitas pendidikan di daerah tersebut serta mampu melakukan pemetaan sekolah sasaran sehingga sekolah yang ditempati tepat sasaran? 3) Seberapa serius pengelola mendidik kami jika masih ada kuitansi kosong yang disodorkan pada kami untuk kami tandatangani dan memberikan jawaban yang normative dan apologis ketika berdialog?
Kedua, tentang program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Menurut hemat saya, program tersebut memiliki dua peran vital untuk mencetak pendidik yang berkualitas. Fungsi pertama yaitu sebagai instrumen untuk menyeleksi calon tenaga pendidik yang saat ini jumlahnya begitu besar, kedua sebagai instrumen untuk menggodok calon pendidik yang telah lolos seleksi tersebut agar terjamin kualitasnya.
Menjadi rahasia umum bagaimana pendidikan di Indonesia telah menjadi komoditi ekonomi yang sangat menggiurkan (orang tidak kuliah bisa dapat ijazah asal bisa bayar) untuk mengumpulkan uang. Sehingga memunculkan pertanyaan yang sangat rasional, “Mampukah kampus abal-abal tersebut menghasilkan tenaga pendidik yang berintegritas dan memiliki intelektualitas yang luas untuk mendidik anak bangsa ini?”.
Dampak positif dari penyelenggaraan program PPG tersebut tetap memunculkan beberapa pertanyaan mendasar. 1) Standar seperti apa yang ditetapkan pemerintah agar sebuah LPTK bisa menyelenggarakan PPG (status akreditasi Jurusan, tenaga pendidik, keberadaan fasilitas gedung kuliah dan asrama, dll? 2) Standar seperti apa yang ditetapkan oleh pemerintah dalam penyelenggaraan PPG (pengelolaan proses pembelajaran dan Pendanaan) pada setiap LPTK? 3) Kurikulum seperti apa yang diterapkan oleh pemerintah dalam penyelanggaraan PPG?.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut kami munculkan sebagai upaya untuk menjawab kondisi riil yang terjadi di lapangan bahwa sebuah LPTK memiliki gedung kuliah PPG sendiri tapi LPTK yang lain belum. Di sebuah LPTK proses pembelajaran berjalan begitu manusiawi, pengelolaan anggaran begitu terbuka sementara di LPTK lainnya berjalan sebaliknya (sampai-sampai ada peserta yang mogok makan hingga mengalami kecelakaan). Kemudian pelaksanaan PPG bagi PGSD yang berlangsung selama 1 semester dan Non PGSD 2 semester, proses pembelajaran yang berupa workshop selama 1 semester dan PPL 1 semester bagi non PGSD tapi ketika Ujian Tulis Nasional (UTN) dimana pertanyaan yang diajukan berbeda dengan pembelajaran yang dilakukan.

Tidak Banyak Minta
Sebagai putra bangsa tentu kami sadar diri. Problematika bangsa ini tak mungkin diselesaikan sendiri, pun tak boleh banyak mengeluh dan pasrah diri. Kami harus tetap optimis, semangat dan terus mengupgrade diri sebagai tanggung jawab untuk mengisi kemerdekaan bangsa.
Tapi tetap ada sebuah harapan yang ingin kami sampaikan. Harapan agar kita semua tidak durhaka dengan menyia-nyiakan kasih sayang Ibu Pertiwi, harapan agar kita  menjaganya dengan penuh kasih sayang. Jangan sampai pada saatnya nanti kita dikutuk atas keserakahan dan ketamakan kita padanya. Mari bersama Mencerdaskan Indonesia dengan sungguh-sungguh dan setulus hati. Karena negeri ini tidak kekurangan orang-orang yang cerdas dan pandai, yang kurang hanyalah orang-orang yang sungguh-sungguh dan tulus berkarya. Kulo Tresno Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar